Filsafat Pendidikan merupakan bidang ilmu yang mengkaji tentang dasar-dasar, tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip yang mendasari pendidikan. Filsafat Pendidikan memberikan landasan teoretis bagi pengembangan program dan kurikulum pendidikan.
Berbagai tokoh ahli telah memberikan pandangan dan kontribusi penting dalam pengembangan Filsafat Pendidikan. Dalam artikel ini, akan menjelaskan pengertian Filsafat Pendidikan secara umum. Serta pandangan berbagai tokoh ahli terkemuka yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan Filsafat Pendidikan.
Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang terdiri dari kata “philo” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebijaksanaan.
Secara umum, filsafat merupakan disiplin ilmu yang mempelajari konsep-konsep dasar tentang kehidupan, alam semesta, pengetahuan, dan sebagainya.
Jadi, filsafat mencoba untuk memahami dunia dan kehidupan manusia secara mendalam dan menyeluruh, melalui pertanyaan-pertanyaan fundamental dan refleksi kritis.
Dalam konteks pendidikan, filsafat dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran dan pandangan tentang tujuan, makna, dan nilai-nilai pendidikan.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses pembelajaran dan pengajaran yang dirancang untuk membantu individu mencapai pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, kebiasaan, dan kesadaran yang dibutuhkan untuk hidup yang sukses dan memenuhi tuntutan masyarakat.
Pendidikan dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti pendidikan formal di sekolah atau perguruan tinggi, pendidikan informal melalui pengalaman sehari-hari, atau pendidikan nonformal melalui pelatihan atau kursus.
Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat dan pendidikan menurut wikipedia merupakan dua istilah yang mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum.
Pengertian filsafat pendidikan adalah suatu kajian atau refleksi filosofis yang mendalami konsep, teori, dan praktik pendidikan dalam konteks nilai, tujuan, dan fungsi yang melandasi pendidikan.
Filsafat pendidikan bertujuan untuk memahami secara mendalam tentang pendidikan, termasuk nilai-nilai, tujuan, dan praktik-praktik yang berkaitan dengan pendidikan.
Dalam kajian filsafat pendidikan, seringkali membahas tentang konsep-konsep dasar pendidikan, seperti tujuan pendidikan, pandangan tentang siswa dan guru, peran pendidikan dalam masyarakat, serta pertimbangan etis dalam pendidikan.
Pengertian Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli
Filsafat pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dalam dunia pendidikan karena berhubungan dengan aspek inti dalam pembelajaran, yaitu nilai dan tujuan pendidikan itu sendiri.
Para ahli telah memberikan pandangan-pandangan mereka mengenai filsafat pendidikan yang membahas berbagai aspek penting dalam pendidikan, seperti tujuan, nilai-nilai, dan metode pembelajaran. Berikuti akan membahas pandangan para ahli mengenai filsafat pendidikan.
Pengertian Filsafat Pendidikan Menurut Mortimer Adler
Mortimer Adler adalah seorang filsuf dan ahli pendidikan asal Amerika Serikat yang menekankan pentingnya pendidikan yang berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan analitis, serta pemahaman pengetahuan secara komprehensif.
Menurut Adler, filsafat pendidikan harus membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apa tujuan pendidikan, bagaimana seseorang belajar, serta apa yang harus siswa pelajari. Beliau mengemukakan bahwa pendidikan harus menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, dan kreatif.
Tokoh ahli ini juga menekankan pentingnya pendidikan yang terintegrasi dengan kehidupan sosial dan budaya. Serta memperkuat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan manusia.
Beliau mengembangkan gagasan-gagasannya dalam “Great Books” yang merupakan kumpulan buku-buku klasik yang harus setiap siswa pelajari sebagai bagian dari kurikulum.
Dalam pandangannya, Adler juga menyoroti pentingnya kurikulum yang terstruktur dan sistematis. Pandangan beliau berfokus pada pembelajaran yang memperkaya dan memperluas pengetahuan siswa. (Baca Juga: Manusia Sebagai Makhluk Individu)
Menurut Paulo Freire: Filsafat Pendidikan Adalah
Paulo Freire adalah seorang filsuf dan ahli pendidikan asal Brasil yang terkenal dengan gagasan tentang pendidikan kritis yang bersifat emansipatoris.
Menurut Freire, pendidikan tidak hanya sebagai cara untuk mentransfer pengetahuan. Namun pendidikan bisa juga sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan kreatif.
Menurut Freire, pendidikan yang efektif harus memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dengan mendorong keterlibatan aktif dan pemikiran kritis.
Beliau berpandangan tentang pentingnya pendidikan yang menghargai pengalaman dan pengetahuan siswa. Serta memperkuat kepekaan terhadap isu-isu sosial dan politik yang ada di masyarakat.
Freire mengembangkan konsep “pedagogi pembebasan” yang mengajarkan siswa untuk membaca dunia di sekitar mereka dan mengubahnya. Beliau menggaris bawahi betapa pentingnya pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari penindasan, kebodohan, dan ketidakadilan.
Pendekatan Freire dalam pendidikan cenderung berpusat pada guru dan siswa bekerja sama dalam mendiskusikan isu-isu sosial dan politik, dengan menggunakan metode dialog dan refleksi. Dengan demikian, siswa juga dianggap sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran, dan bukan hanya sebagai objek pasif.
Menurut Paul Hirst
Paul Hirst adalah seorang filsuf dan ahli pendidikan asal Inggris yang terkenal dengan teori kurikulum dalam bukunya “Knowledge and the Curriculum“.
Menurut Hirst, filsafat pendidikan berkaitan dengan masalah esensial tentang tujuan, fungsi, dan metode pembelajaran dalam kurikulum.
Hirst mengusulkan bahwa pembelajaran berlandaskan pada empat kategori pengetahuan, yaitu faktual, konseptual, prosedural, dan meta pengetahuan.
Beliau menganggap betapa pentingnya untuk memahami perbedaan 4 kategori pengetahuan terebut dalam merancang kurikulum yang efektif dan relevan.
Selain itu, Hirst juga menekankan pentingnya menyelaraskan kurikulum dengan tujuan dan nilai-nilai yang masyarakat harapkan.
Beliau mengusulkan adanya “konsensus substansial” antara para pemangku kepentingan pendidikan dalam menentukan tujuan dan nilai-nilai yang akan terintegrasi dalam kurikulum.
Filosofi pendidikan menurut Hirst harus membantu dalam menentukan apa dan bagaimana guru mengajar berdasarkan kurikulum sekolah.
Menurut beliau, pendidikan yang baik adalah memberikan siswa pengetahuan yang luas, merangsang kreativitas. Sehingga bisa membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Menurut John Dewey
John Dewey adalah seorang filsuf dan ahli pendidikan Amerika Serikat yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan filsafat pendidikan.
Menurut Dewey, pendidikan tidak hanya tentang memperoleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang mempersiapkan siswa untuk hidup di masyarakat yang berubah dengan cepat.
Dewey memandang bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan siswa untuk menghadapi tuntutan kehidupan modern, yang meliputi kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah.
Beliau mengemukakan pentingnya pendidikan sebagai proses sosial yang melibatkan interaksi antara siswa dan masyarakat.
Dewey juga menyoroti pentingnya pengalaman dalam pembelajaran, yang mana siswa tidak hanya belajar dari buku. Tetapi juga melalui pengalaman langsung dalam dunia nyata.
Beliau mengadopsi teori pendekatan pragmatik dalam pendidikan, di mana pengetahuan dan keterampilan dipelajari melalui pengalaman dan aplikasi praktis.
Dalam pandangan Dewey, pendidikan harus menjadi suatu yang demokratis, yang melibatkan partisipasi aktif dari siswa dalam proses pembelajaran. Beliau berpendapat bahwa: siswa mempunyai kontrol kebebasan dan otonomi dalam pembelajaran dan pengalaman mereka.
Menurut William K. Frankena: Filsafat Pendidikan Adalah
William K. Frankena adalah seorang ahli filsafat dan pendidikan Amerika Serikat yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan filsafat pendidikan. Menurut Frankena, filsafat pendidikan adalah suatu usaha untuk mengkaji tujuan, nilai, dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Frankena mengajukan 3 pertanyaan penting tentang filsadat pendidikan, yaitu:
- Apa tujuan pendidikan?
- Apa yang harus diajarkan?
- Bagaimana cara mengajarkannya?
Menurut Frankena, pendidikan harus bertujuan untuk membentuk manusia yang bermoral dan beretika, yang memiliki kesadaran moral yang tinggi dan kemampuan untuk berpikir kritis. Beliau menyatakan bahwa pentingnya sebuah proses pengembangan kemampuan siswa dalam mengambil keputusan sendiri dan bertindak secara moral.
Dalam pandangan Frankena, pendidikan harus melibatkan pengajaran nilai-nilai moral, sehingga siswa dapat memahami perbedaan antara yang benar dan salah. Ia juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai suatu yang holistik, yang melibatkan seluruh aspek kehidupan siswa.
Pengertian Filsafat Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang diakui memiliki kontribusi besar terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia.
Beliau memiliki pandangan filosofis yang kuat tentang pendidikan, yang dikenal sebagai “Panca Dharma”.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan sejati adalah membantu siswa dalam mengembangkan potensi diri mereka dan mencapai kemerdekaan pribadi.
Pancadarma terdiri dari lima prinsip, yaitu Kodrat alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Kelima prinsip ini harus menjadi kesatuan utuh dalam setiap program pendidikan.
- Kodrat alam, yaitu memperhatikan kecenderungan dan bakat alami siswa dalam pembelajaran.
- Kemerdekaan, yaitu memberikan kebebasan siswa untuk mengembangkan diri dan belajar sesuai dengan minat dan bakatnya.
- Kebudayaan, yaitu menghargai dan memperkaya budaya Indonesia melalui pembelajaran.
- Kebangsaan, yaitu mengembangkan kesadaran dan kecintaan terhadap negara dan bangsa Indonesia.
- Kemanusiaan, yaitu mengembangkan pribadi yang berakhlak mulia dan mampu berkontribusi bagi masyarakat.
Jadi dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan menarik minat siswa. Oleh karena itu, beliau percaya bahwa pembelajaran melalui pengalaman langsung jauh lebih efektif daripada pembelajaran teori semata.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, guru harus berperan sebagai fasilitator dan mengembangkan hubungan yang baik dengan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang sejati.
Filsafat Pendidikan Menurut Pancasila
Filsafat pendidikan menurut Pancasila Indonesia adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia yang utuh dan berbudaya, yang mampu mengembangkan potensi dirinya secara maksimal dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Dengan demikian, filosofi pendidikan pancasila berdasarkan pada lima prinsip dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
- Persatuan Indonesia,
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pendidikan menurut Pancasila Indonesia bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki karakter yang baik, kreatif, mandiri, dan mampu mengembangkan potensi diri dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
Peran Filsafat Pancasila dalam Perkembangan Pendidikan Indonesia
Filsafat Pancasila memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Sejak kemerdekaan Indonesia, Pancasila telah menjadi dasar negara dan pedoman dalam menyusun sistem pendidikan di Indonesia.
Filsafat Pancasila memandang pendidikan sebagai suatu upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, tangguh, dan berkepribadian Pancasila.
Maka pendidikan di Indonesia haruslah dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, keadilan sosial, kerja keras, dan lain-lain.
Hal ini tercermin dalam berbagai kebijakan pendidikan. Misalnya kurikulum yang mengedepankan pendidikan karakter, pengembangan budaya dan kesenian, serta pemberian subsidi pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.
Filsafat Pancasila juga berperan dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
Tindakan nyata tercermin dalam kebijakan pemerintah yang mengupayakan akses pendidikan yang merata untuk seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah terpencil.
Sehingga dalam perkembangan pendidikan Indonesia, Pancasila juga menjadi landasan untuk mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Maka, upayanya tercermin dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan, seperti penggunaan e-learning, smart classroom dan smart laboratory, dan lain-lain.
Secara keseluruhan, Filsafat Pancasila memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Sehingga Pancasila menjadi dasar dan pedoman untuk mengembangkan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan berkepribadian Pancasila.
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang berfokus pada kajian tentang aspek-aspek pendidikan dalam Islam.
Oleh karena itu, pendidikan Islam menekankan pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan. Sehingga membentuk karakter individu yang memiliki moralitas yang tinggi.
Contoh dari prinsip-prinsip pendidikan Islam meliputi nilai-nilai. Misalnya keadilan, kejujuran, disiplin, kesederhanaan, kesabaran, dan kerja keras.
Pendidikan Islam juga menekankan pentingnya pengetahuan tentang agama dan ilmu pengetahuan umum. Jadi, tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup di dunia dan akhirat.
Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk mempelajari Filsafat Pendidikan Islam antara lain kitab suci Al-Quran, Hadits, sejarah kehidupan Nabi Muhammad, dan karya-karya ulama, dan filosof Islam seperti Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Sina.
Selain itu, beberapa contoh pendidikan Islam yang diterapkan dalam praktik adalah madrasah, pesantren, dan sekolah Islam.
Kesimpulan
Para tokoh terkenal dalam filsafat pendidikan memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait tujuan dan makna pendidikan.
Namun, secara umum mereka sepakat bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk manusia yang baik dan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan potensi manusia secara holistik.
William K. Frankena memandang bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan sisi moral, intelektual, dan fisik manusia.
John Dewey menekankan pentingnya pendidikan yang relevan dengan kehidupan dan konteks sosial, sehingga dapat membantu manusia dalam mengatasi masalah dan perubahan sosial.
Selanjutnya, Paul Hirst mengemukakan bahwa pendidikan harus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Sementara Paulo Freire mengajarkan bahwa pendidikan harus berperan dalam menghilangkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.
Sedangkan Mortimer Adler menganggap bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk membentuk manusia yang memiliki pemahaman yang baik tentang kebenaran dan nilai-nilai moral.
Dari pandangan para tokoh ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan dapat bervariasi tergantung pada perspektif dan nilai-nilai yang dipegang oleh masing-masing tokoh.
Namun intinya adalah untuk mengembangkan kemampuan dan potensi manusia secara optimal dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan dalam kehidupan.
Sumber:
Adler, M. J. (1982). The Paideia Proposal: An Educational Manifesto. Macmillan.
Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. Herder and Herder.
Hirst, P. H. (1974). Knowledge and the Curriculum: A Collection of Philosophical Papers. Routledge & Kegan Paul.
Dewey, J. (1938). Experience and Education. Kappa Delta Pi.
Frankena, W. K. (1963). Philosophy of Education. McGraw-Hill Book Company.
Hadjar Dewantara. (1982). Tamansiswa: kenangan dan sumbangannya bagi pendidikan Indonesia. Pustaka Jaya.
Driyarkara. (1999). Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara: sebuah kajian filsafat dan sejarah pendidikan. Kanisius.
Rasyid, M. F. (2020). Pendidikan Pancasila: Konsep, Implementasi, dan Tantangan. Malang: UB Press.
Wiyani, N. A. (2015). Pendidikan Multikultural dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Pancasila. Jurnal Pendidikan Karakter, 5(2).