Siapa yang tidak pernah melihat postingan di media sosial yang menampilkan kekayaan, pencapaian, atau gaya hidup mewah seseorang? Seiring berjalannya waktu, tren ini semakin populer dan dikenal dengan istilah “flexing”.
Saat ini, media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia modern. Banyak orang dari segala usia menggunakan media sosial untuk terhubung dengan orang lain, berbagi momen, dan mengungkapkan diri.
Namun, dengan kemajuan teknologi dan kemudahan akses media sosial, tren-tren baru muncul dan menarik perhatian banyak orang. Salah satu tren terbaru di media sosial adalah flexing, di mana orang-orang memamerkan kekayaan, prestasi, dan kemewahan mereka di platform media sosial.
Flexing menjadi tren yang sangat populer di kalangan kaum milenial dan generasi Z. Sehingga banyak orang, terutama generasi tua, merasa bingung dengan fenomena ini.
Flexing menjadi populer di media sosial karena platform ini memungkinkan orang untuk berbagi momen-momen istimewa mereka dengan mudah. Selain itu, dengan semakin banyaknya pengguna media sosial, orang merasa perlu untuk menonjolkan diri mereka agar dikenal oleh orang lain.
Oleh karena itu, dalam artikel ini, kita akan membahas tentang flexing, termasuk definisi, alasan, manfaat, kerugian, bagaimana media sosial, dan bagaimana menyeimbangkan flexing dan autentisitas.
Apa itu Flexing?
Flexing adalah tindakan memamerkan kekayaan, kemewahan, dan prestasi seseorang di media sosial. Flexing bertujuan untuk menunjukkan kepada orang lain tentang kekayaan, status sosial, dan prestasi yang dimiliki.
Seseorang melakukan tindakan flexing dalam berbagai bentuk, seperti memamerkan kendaraan mewah, tempat-tempat yang eksotis, barang-barang mewah, makanan yang mahal, dan prestasi akademis atau profesional.
Namun menurut Rahardjo (2009) dalam kutipan jurnal oleh Nur khayati dkk, bahwa Perilaku atau tindakan flexing biasanya berkebalikan dengan orang yang memang kaya secara sungguhan. Orang kaya sungguhan tidak ingin dirinya menjadi pusat dari perhatian. Ada pepatah pula yang berkata “ proverty screams, but wealth whispers” artinya kemiskinan menjerit, tetapi kekayaan berbisik.
Namun, perlu diingat bahwa flexing bukanlah bentuk self-promotion yang sehat. Sebaliknya, tindakan ini dapat menimbulkan efek psikologis yang tidak sehat pada individu dan lingkungan sekitar.
Seseorang yang gemar menyombongkan diri seringkali merasa bahwa dengan memamerkan kekayaan, kemewahan, dan prestasi mereka, maka akan membuat mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.
Namun, kenyataannya, hal ini hanya memberikan kepuasan sementara dan tidak dapat memperbaiki masalah psikologis yang mendasar.
Alasan Orang Melakukan Flexing
Mengapa orang melakukan flexing? Ada berbagai alasan mengapa seseorang melakukannya. Salah satu alasan yang paling umum adalah keinginan untuk meningkatkan harga diri, memperoleh pengakuan dari orang lain, dan memperkuat identitas sosial. Namun bisa menimbulkan konsekuensi psikologis yang tidak sehat, seperti kecemasan dan depresi.
Seseorang yang gemar pamer biasanya memiliki motivasi untuk meningkatkan harga diri. Mereka merasa bahwa dengan memamerkan kekayaan, kemewahan, dan prestasi mereka, maka akan membuat mereka merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Mereka berharap mendapat pengakuan dan pujian dari orang lain yang dapat memperkuat identitas sosial mereka.
Namun, kenyataannya, hal ini hanya memberikan kepuasan yang sementara dan tidak dapat memperbaiki masalah psikologis yang mendasar. Seseorang yang terobsesi dengan flexing mungkin merasa tidak puas dengan hidup mereka dan mencari kepuasan dalam hal-hal material.
Jadi dapat menyebabkan mereka merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri dan cenderung mencari pengakuan dari orang lain, bukan dari dalam diri mereka sendiri. Selain itu, flexing juga dapat menimbulkan kecemasan dan depresi. Selanjutnya mungkin merasa tertekan untuk terus mempertahankan gaya hidup mewah mereka.
Mereka mungkin merasa tidak bisa mempertahankan standar hidup mereka jika tidak terus memamerkan kekayaan dan prestasi mereka di media sosial. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan dan kecemasan yang berlebihan, yang pada akhirnya dapat mengganggu kesehatan mental mereka.
Manfaat dan Kerugian Flexing
Manfaat dari flexing adalah terutama untuk meningkatkan harga diri dan merasa lebih baik tentang diri sendiri. Flexing juga dapat memberikan rasa kebanggaan dan prestise, terutama telah memamerkan prestasi yang luar biasa.
Selain itu, bisa meningkatkan popularitas dan pengaruh seseorang di media sosial, yang dapat bermanfaat bagi mereka yang ingin membangun merek pribadi atau usaha mereka.
Namun, tindakan ini akan memberikan kerugian yang signifikan. Salah satu kerugian utamanya adalah bahwa hal ini dapat menyebabkan seseorang terjebak dalam gaya hidup yang mahal dan boros.
Seseorang yang terobsesi dengan flexing seringkali merasa terdorong untuk membeli barang-barang mewah dan mengunjungi tempat-tempat eksotis untuk mempertahankan citra mereka di media sosial. Hal ini dapat menyebabkan stres keuangan dan bahkan masalah keuangan yang serius.
Selain itu, flexing juga dapat membuat seseorang menjadi lebih terpaku pada citra mereka di media sosial daripada kehidupan nyata mereka. Bagi anda yang selalu melakukan tindakan ini, pasti akan menghabiskan waktu dan uang yang berlebihan untuk mempertahankan citra mereka di media sosial. Namun melupakan kehidupan nyata mereka yang sebenarnya.
Maka dapat menyebabkan mereka merasa tidak puas dengan kehidupan mereka dan mengalami depresi dan kecemasan.
Di sisi lain, kerugian dari flexing adalah bisa menyebabkan perasaan cemburu dan iri hati di antara teman-teman atau pengikut di media sosial.
Contoh hasil positif dari flexing:
- Meningkatkan harga diri dan percaya diri
- Meningkatkan popularitas dan pengaruh di media sosial
- Membangun merek pribadi atau usaha
Contoh hasil negatif dari flexing:
- Stres keuangan dan masalah keuangan yang serius
- Terpaku pada citra di media sosial daripada kehidupan nyata
- Depresi dan kecemasan akibat tekanan untuk mempertahankan citra di media sosial
Sebagai contoh positif, seseorang yang memposting tentang pencapaian akademiknya mungkin menginspirasi orang lain untuk lebih giat belajar. Namun, contoh negatif bisa meliputi seseorang yang terobsesi dengan menunjukkan gaya hidup mewahnya. Maka akhirnya membuat mereka menghabiskan lebih banyak uang daripada yang mereka mampu.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial memainkan peran penting dalam mempengaruhi budaya flexing. Media sosial memungkinkan orang untuk membagikan momen dalam hidup mereka dengan mudah dan cepat. Sehingga menciptakan tekanan untuk mempertahankan citra yang sempurna di media sosial.
Orang-orang seringkali merasa terdorong untuk memamerkan kekayaan, kemewahan, dan prestasi mereka di media sosial untuk memperoleh pengakuan dan pujian dari orang lain. (Baca Lainnya: Apa itu Sumber Belajar dan Media Pembelajaran Digital?)
Selain itu, peran influencer dan selebriti juga sangat penting dalam membentuk budaya flexing di media sosial. Banyak influencer dan selebriti yang memamerkan kekayaan dan gaya hidup mewah mereka di media sosial, Maka akan mempengaruhi pengikut mereka untuk melakukan hal yang sama.
Sehingga memperoleh tekanan besar pada pengikut untuk mempertahankan citra yang sempurna di media sosial. Bahkan jika itu berarti menghabiskan uang yang banyak atau merasa tidak puas dengan hidup mereka.
Flexing dalam Dunia Nyata
Flexing tidak hanya terjadi di media sosial, tetapi juga dapat terjadi dalam konteks yang berbeda, seperti di tempat kerja atau dalam hubungan pribadi.
Dalam konteks tempat kerja, flexing dapat terjadi ketika seseorang mencoba untuk menunjukkan prestasi dan kemampuan mereka kepada rekan kerja atau atasan. Seseorang yang terobsesi dengan tindakan ini di tempat kerja mungkin mencoba untuk menonjolkan prestasi mereka. Meskipun itu tidak relevan atau tidak diperlukan dalam pekerjaan mereka.
Dalam konteks hubungan pribadi, flexing dapat terjadi ketika seseorang mencoba untuk menunjukkan kekayaan atau kemewahan mereka kepada pasangan atau teman-teman mereka. Ketika melakukan tindakan ini dalam hubungan pribadi mungkin menghabiskan uang yang banyak untuk memberikan hadiah. Bahkan mengunjungi tempat-tempat mewah, dengan harapan dapat mempertahankan hubungan mereka.
Namun, flexing dalam konteks ini dapat memiliki konsekuensi potensial yang serius. Dalam konteks tempat kerja, flexing dapat memicu persaingan yang tidak sehat dan dapat mengganggu kerjasama dan kemitraan yang efektif. Dalam konteks hubungan pribadi, flexing dapat menyebabkan stres keuangan dan menimbulkan tekanan pada hubungan.
Flexing dalam Dunia Pendidikan: Dampak Negatif pada Anak dan Remaja
Tindakan flexing, yaitu memamerkan kekayaan, kemewahan, atau prestasi di media sosial, telah menjadi tren yang semakin populer di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan anak dan remaja. Namun, tindakan flexing dalam dunia pendidikan dapat membawa dampak negatif pada anak dan remaja.
Salah satu dampak negatif dari tindakan flexing dalam dunia pendidikan adalah meningkatnya tekanan akademik pada anak dan remaja. Anak dan remaja mungkin merasa terdorong untuk menunjukkan prestasi akademik mereka dan membandingkannya dengan teman-teman mereka. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan, serta memengaruhi kesehatan mental mereka.
Selain itu, tindakan flexing juga dapat menyebabkan anak dan remaja menjadi terobsesi dengan citra yang mereka buat di media sosial. Mereka mungkin merasa perlu untuk menunjukkan kekayaan atau kemewahan mereka untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman mereka. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengalami masalah keuangan dan merusak hubungan sosial mereka.
Tindakan flexing juga dapat memicu kesenjangan sosial di antara anak dan remaja. Anak dan remaja yang tidak mampu untuk memamerkan kekayaan atau prestasi mereka mungkin merasa inferior dan tidak dihargai oleh teman-teman mereka yang lebih mampu. Maka memicu rasa tidak percaya diri dan rendah diri pada anak dan remaja yang kurang mampu secara finansial.
Dalam kesimpulan, tindakan flexing dalam dunia pendidikan dapat membawa dampak negatif pada anak dan remaja. Anak dan remaja mungkin merasa terdorong untuk menunjukkan prestasi atau kekayaan mereka untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman mereka, yang dapat menimbulkan tekanan dan stres yang berlebihan. Oleh karena itu, kita sebagai guru sangat penting untuk mengajarkan anak dan remaja untuk memprioritaskan nilai-nilai dan prestasi yang sebenarnya, dan tidak hanya terfokus pada citra yang mereka buat di media sosial. (Baca Juga: Apa saja Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran?)
Cara Menyeimbangkan Flexing dan Autentisitas
Autentisitas adalah kemampuan seseorang untuk menjadi diri sendiri dan tidak terpengaruh oleh ekspektasi atau tekanan dari orang lain. Artinya, seseorang yang autentik akan berperilaku dan bertindak sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka sendiri, tanpa mencoba untuk menyembunyikan diri atau memperlihatkan citra yang palsu.
Lalu bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan flexing dan autentisitas?.
Ada beberapa tips yang dapat membantu seseorang untuk menghindari flexing yang berlebihan dan mencapai keseimbangan yang sehat antara mempromosikan diri dan kerendahan hati:
- Tidak membandingkan diri dengan orang lain di media sosial dan fokus pada pencapaian kita sendiri.
- Citra yang dilihat di media sosial tidak selalu mencerminkan kehidupan nyata dan kita harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam citra yang diciptakan oleh orang lain.
- Tidak berlebihan dalam memamerkan kekayaan dan prestasi kita di media sosial dan mengutamakan autentisitas serta kerendahan hati dalam hubungan dengan orang lain.
- Kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak hanya didasarkan pada kekayaan dan prestasi semata, melainkan pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup kita, seperti keluarga, teman, dan kebahagiaan pribadi.
Oleh karena itu, autentisitas sangatlah penting dalam semua aspek kehidupan. Kita perlu untuk merenungkan perilaku dan mencapai keseimbangan yang sehat, antara mempromosikan diri dan kerendahan hati untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan hidup yang sebenarnya.
Akhir Kata
Flexing adalah tindakan memamerkan kekayaan, kemewahan, dan prestasi seseorang di media sosial. Flexing bertujuan untuk menunjukkan kepada orang lain tentang kekayaan, status sosial, dan prestasi yang dimiliki. Namun, flexing tidak selalu sehat dan dapat menimbulkan efek psikologis yang tidak sehat pada individu dan lingkungan sekitar.
Manfaat dari flexing adalah terutama untuk meningkatkan harga diri dan merasa lebih baik tentang diri sendiri. Namun, flexing juga memiliki kerugian yang signifikan. Misalnya stres keuangan dan masalah keuangan yang serius, terpaku pada citra di media sosial daripada kehidupan nyata. Dan lagi depresi dan kecemasan akibat tekanan untuk mempertahankan citra di media sosial.
Untuk mencapai keseimbangan yang sehat antara flexing dan autentisitas, seseorang dapat menghindari membandingkan diri dengan orang lain, mengingat bahwa citra di media sosial tidak selalu mencerminkan kehidupan nyata, tidak berlebihan dalam memamerkan kekayaan dan prestasi di media sosial, dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup mereka.